PEKANBARU - Bagi pecinta musik tanah air khususnya anak muda Kota Pekanbaru, Riau, tentunya sudah tidak asing lagi dengan pelantun musik reggae yang berjudul "Welcome To My Paradise". Namun tidak banyak juga yang tahu bagaimana perjuangan penyanyi asal Kota Pekanbaru yang punya nama lengkap Steven Nugraha Kaligis atau yang biasa dikenal dengan nama Tepenk ini, bisa sukses di belantika musik nasional.
Ternyata kesuksesannya menjadi artis top penuh dengan perjuangan dan rintangan, seperti cerita Stevan, Minggu (15/11/2015). Pada kesempatan itu, dirinya mengisahkan dari mulai awal kariernya di Pekanbaru sampai akhirnya sukses menjadi artis ibu kota.
Saat kelas 2 SMA, Stevan memutuskan untuk pindah dari Pekanbaru menuju Jakarta. Langkah ini ia ambil lantaran tekad yang kuat ingin berprofesi menjadi seorang musisi tulen di Indonesia. Dengan modal nekat, dia berangkat sendiri menuju Tanjung Duren, karena pada waktu itu yang ada dalam benaknya ialah hanya ingin melanjutkan karir untuk ngeband.
"Di Pekanbaru pada saat itu cukup banyak kendala, khususnya untuk merekam suatu karya musik, biayanya cukup mahal, apalagi saat itu belum terdapat sistem digital musik recording seperti saat ini, dulu kan masih pakai pita untuk produksi recording analog," cerita Steven, Minggu (15/11/2015) melalui handphonenya.
Stevan juga mengaku, talenta di bidang musik ini telah ia asah sejak SMP, saat itu ia sangat menggemari The Beatles, The Rollingstones hingga Metallica yang kerap ia nyanyikan saat pensi (pentas seni). Bakat musiknya pun menurun dari kedua orang tuanya, dimana sang ayah merupakan seorang drummer dan ibunya juga penyanyi yang sukses di Pekanbaru, bahkan sampai Singapore dan Malaysia.
"Wajar dong kalau gue demen musik, keluarga gue pemusik semua, termasuk adik gue Micky yang jadi juara Akademi Fantasi Indosiar," ungkapnya dengan logat Betawi.
Ditanya soal kesibukanya setelah menikah, Stevan mengaku, saat ini sedang mempersiapkan single dan album terbarunya. Namun sayang dia tidak mau memberikan bocoran judul lagunya tersebut. "Kalau dibocorin sekarang, nanti bisa kacau, biar penasaran ditunggu aja ya, yang jelas judul albumnya Penawar Rindu," tukasnya sambil tertawa.
Ditanya apakah ada rencana pulang ke Pekanbaru, Stevan mengaku rindu berat dengan dengan kota kelahirnya itu. "Wah kalau rencana pasti bro, sudah kangen berat nih. Insya allah selesai menggarap album baru nanti kita jumpa di kedai kopi Pasar Kodim," candanya.
Berikut ini adalah kisah perjalanan karier lengkapnya Steven menjadi penyanyi di Jakarta
Setelah lulus SMA di Jakarta, Steven kemudian melanjutkan studi ke perguruan tinggi Atma Jaya, namun tidak sampai tamat. Dan pindah kampus ke Universitas Borobudur, Jakarta Timur. Disinilah merupakan fase-fase awal Steven menekuni bakatnya menjadi seorang anak band. Dia bekerja menjadi seorang penjaga studio musik di daerah Pondok Kelapa. Dia bekerja sebagai penjaga studio lantaran subsidi dari orang tuanya saat itu sudah dihentikan, yang terfikir olehnya adalah survive hidup di Jakarta.
“Gue musti tanggung jawab dan jaga studio waktu itu, kerena lumayan dapet jatah Rp.1000 per nyatet schedule, itu sekitar tahun 1997-1998, duit segitu lumayan gede waktu itu lo. Kalau pas libur terkadang iseng-iseng ngamen juga di By Pass, Komdak, UI Salemba hingga Pulo Gadung, semuanya buat tambahan dana kuliah, walaupun akhirnya gue berhenti kuliah dan lebih memilih ngeband aja deh. Gue pilih nyebrang dan gue akan tanggung resikonya sendiri!,” ungkap Tepenk.
Di studio daerah Pondok Kelapa inilah, ihwal Tepenk mengawali pertemuan dengan Erwin dan Bores. Mereka rekan sejawat di band yang mereka namakan Scope band. Mulai rutin ngeband bareng dan tampil di beberapa iven musik dengan membawakan lagu-lagu band trash metal seperti Korn, Rage Againts The Machine hingga lagu-lagu Seattle Sound yang saat itu sedang mewabah generasi muda di indonesia, khusunya di Jakarta.
Tepat pada tahun 1999 Tepenk mulai produktif menulis lirik dan konsen mengkreasikan musiknya bersama Scope, salah satunya ia menulis lirik ‘Bunga Mimpi’ yang masuk di album debut Scope Proses pada tahun 1999. Tahun itu dia bertemu Riko Murry yang membantu Scope untuk line up drum.
Dengan Riko inilah, akhirnya Scope masuk ke Studio rekaman di Billboard, band beraliran Alternative Rock tersebut mulai produktif menelurkan karya-karya demo musiknya. Alhasil Scope di kontrak dengan durasi selama 3 tahun dan menelurkan 3 album hingga tahun 2003.
Seiring berjalanya waktu kerjasamanya dengan Riko berakhir pasca album pertama, kedua pihak sepakat tidak bisa melanjutkan bermusik lagi dengan alasan berbeda arah (konsep) dalam menciptakan lagu-lagu. Scope akhirnya mendapatkan drummer baru yakni Gocay Aci di album kedua dengan salah satu hits yang meledak pada saat itu adalah ‘Over Dongo’ di tahun 2001-2002 lewat album Bergerak
"Gue orangnya memang tidak pernah puas dengan satu karya, walaupun pada saat itu gue dengerinnya musik rock, tetapi gue nontonnya malah musik reggae atau sebaliknya. Nah dari situlah gue kenalan sama Tony Q Rastafara dan mengajak kerjasama kontribusi di lagu ‘Nyantai’," tukasnya.
Pada album ketiga Boneka, Scope turut menjalin kerjasama dengan Imanez di lagu ‘Gue Fallin’, menurut Steven, sosok almarhum itu merupakan musisi tulen yang memang pure (tulus). "Dia adalah seorang musisi besar yang engga sok-sokan, karena gue di industri musik saat itu baru, sementara beliau udah kapalan. Imanez memberi makna pelajaran baru dan gue liat cara kerjanya sangatrofesional," jelasnya lagi.
Di posisi titik puncak ketenaran, Scope justru diterpa badai yang sangat kuat sehingga band ini terpaksa vakum, disaat kontraknya belum rampung justru di putus semena-mena oleh pihak label, yang menurutnya itu pun dengan alasan yang tidak logis.
“Saat itu gue sampai jual mobil dan sound-system, terpaksa gue harus memulai semua ini dari awal lagi, terpaksa rutin ngamen lagi deh di bis -bis kota jurusan Bulungan dan saat itu ada aja orang yang kenal muka gue pas ngamen, "lho kan mas yang ngeband di televisi itu ya" dan gue menerima itu semua bukan sebagai hinaan, justru pecutan karena pada saat itu orangtua di Pekanbaru taunya gue disini udah mapan. Nyatanya gue harus tetap survive lagi walupun harus ngamen demi sesuap nasi," ceritanya lagi.
Selama dua tahun berjalan, ternyata diam-diam dirinya menciptakan lagu-lagu Reggae seperti ‘Mendingan’ dan ‘Welcome to My Paradise’ dan diluar dugaan ternyata karyanya diterima seorang bernama Delta Agung yang saat itu membantunya sampai proses rekaman. Stevan pun akhirnya menyulap tempat nongkrongnya yaitu Wisma Relasi, yang dia ubah menjadi sebuah tempat rekaman musik hingga bisa disebut juga sebagai tempatnya management musik, yang terletak di daerah Kebon Jeruk.
Pada tahun 2004 -2005 dengan tekad yang kuat Stevan akhirnya berhasil membuat album reggae pertamanya dengan merilis album yang bertajuk The Other Side, dengan nama grup band Steven & Coconut Treez.
Meski demikian Stevan juga tidak terlepas dari persoalan pasar, saat itu faktanya musik reggae cukup sulit untuk menembus industri musik tanah air. Ia harus blusukan menawarkan albumnya ke label-label industri musik untuk mendobrak pasar dan melawan genre yang sedang populer di Indonesia. Menurutnya waktu itu industri musik Indonesia cukup meremehkan keberadaan musik reggae. Lewat lagu berbahasa Inggris ‘Welcome to My Paradise’ yang di plot sebagai hits andalan pada album pertama, ternyata mampu menggemparkan pasar industri musik di tanah air hingga mendunia.
Seiring berjalanya waktu, akhirnya Setevan dengan mengejutkan tiba-tiba menyatakan bahwa grup Steven & Coconut Treez harus vakum dan berpindah konsep menjadi solo. Peralihan tersebut terjadi pada tahun 2009 yang saat itu Coconut Treez resmi beranggotakan Teguh (gitar), Aray (gitar), Rival (Bass), Iwano (Keyboard), Gocay Aci (Drum) dan Opa Teddy.
“Walaupun disaat itu gue akhirnya menentukan Coconut Treez musti vakum dan itu gila karena kalo di jalanin saat itu bisa lebih berantakan. Peluang gesekan lebih gede, malah bisa bubar sekalian. Karena kekeluargaan yang bagus pada band ini, kalo reuni kan enak. Pasti ada kangen-kangenannya, saat rasa kangen itu datang kan enak kalo ngeband lagi. Kesepakatan untuk vakum ini rata dan disepakati juga sama tiap personil lainnya” ungkapnya.
Pada tahun 2010 Steven Jam berhasil menelurkan album pertama lewat Feel The Vibration yang lebih kurang berisi sekitar sebelas lagu dengan nuansa yang lebih fresh. Di dalam Steven Jam mayoritas diperkuat oleh addtional player, dia tetap menggandeng Teguh (Tege Dreads), rekan lamanya di Steven & Coconut Treez yang berperan sebagai lead gitar di band Steven Jam.
"Steven Jam ini enerjinya beda lagi alias positive energy, comfortnya beda, polanya gue. Musti gue gawangin lagi dan gue butuh ekstra enerji untuk recording, promo dan lain-lain. Gue nemuin maenan yang musti gue kulik lagi dalam artian pembelajaran lagi dan meningkatkan point individu. Gue harus ngalamin explorasi yang lebih ganas lagi dan itu adalah multi orgasme."tukasnya.
Diakhir bincang-bincang, Stevan juga berpesan kepada generasi muda, khususnya musisi-musisi Pekanbaru, untuk terus berjuang semaksimal mungkin demi meraih cita-citanya.
"Apalagi jaman sekarang semuanya sudah canggih, berebeda di era gue, saat ini sudah didukung dengan sarana yang lebih moderen. Ya walaupun sudah ada sarana itu tetap saja tidak mudah, tapi pada intinya harus bekerja keras dan selalu optimis," pesanya.
Dirinya saat ini juga merasa bangga karena dunia musik khususnya dari hasil karya anak-anak Pekanbaru mulai dikenal dikancah Nasional.
"Seperti Band Geisha, Lyla, belum lagi yang bersolo karier, saat ini sudah mulai dikenal dan tidak lagi dianggap remeh, harapan gue nantinya akan ada generasi penerus dari kota Pekanbaru tercinta ini," pungkasnya.***
Sumber : Goriau
EmoticonEmoticon